Photobucket Photobucket

Sunday, October 9, 2011

Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kehidupan Aisyah R.a


NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KEHIDUPAN AISYAH RA


SKRIPSI

Diajukan Oleh:

AFRIZAL
Mahasiswa STAI-PTIQ Banda Aceh
Jurusan Pendidikan Agama
NIM: 11060395






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN (PTIQ)
BANDA ACEH
1430 H/2009 M

SKRIPSI

Diajukan Kepada Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ)
Banda Aceh Untuk Memenuhi Kewajiban Beban Studi
Guna Mencapai GelarSarjana (S 1)Dalam
Ilmu Tarbiyah





Oleh:




AFRIZAL
Mahasiswa STAI-PTIQ Banda Aceh
Jurusan Pendidikan Agama
NIM: 11060395









Disetujui Oleh:







Pembimbing I                                                Pembimbing II




Drs. Jailani M. Yunus, M. Ag                      Muhammad Zaini, S. Ag., M. Ag




DAFTAR RIWAYAT HIDUP


1.      Nama                                 : Afrizal
2.      Tempat/Tgl Lahir              : Lambada Peukan/16 Maret 1978
3.      Jenis Kelamin                    : Laki-Laki
4.      Agama                               : Islam
5.      Kebangsaan/Suku             : Indonesia/Aceh
6.        Alamat                             : Jln. K. M. Amin Dsn, Tgk. Bak Asan No. 16 Lambada Peukan Aceh Besar
7.       Pekerjaan/NIM                   : Mahasiswa/11060395
8.       Nama Orang Tua               :
a. Ayah                               : A. Azis (Alm)
b. Ibu                                  : Rasinah (Almh)
9. Riwayat Pendidikan            :
a. Sekolah Dasar                 : SD Lambaro Angan berijazah tahun 1991
b. SLTP                               : MTsN 94 Tungkob Berijazah tahun 1994
     c. SLTA                              : MAN Tungkob berijazah tahun 1997
   d. Perguruan Tinggi            : Program D II PGMI STIA berijazah tahun 2004
 STAI PTIQ Banda Aceh Tahun 2006 sampai  sekarang
Demikianlah daftar riwayat hidup diperbuat dengan sebenarnya dan dapat dipergunakan bila perlu.

Banda Aceh, 20 April 2009


Afrizal


Telah Dipertahankan dalam Sidang Munaqasyah
Dan Telah Diterima Sebagai Beban Studi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1)
Dalam Ilmu Tarbiyah

Pada Hari : Tanggal



Di Banda Aceh
Dewan Penguji Sidang Skripsi
STAI-PTIQ Banda Aceh


     Ketua,                                                        Sekretaris,



Jailani M. Yunus, M. Ag                                     Raina Wildan, S. Fil. I                  
                                               


     Penguji I,                                                         Penguji II,



Muhammad Zaini, M. Ag                               M. Chalis Syamsuddin, M. Ag           



Mengetahui,
Ketua STAI-PTIQ Banda Aceh



H. M. Thaib Muhammad, Lc., M. Ag


KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadhirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan nikmat serta kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pembahasan yang berbentuk skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Saw, yang telah membina manusia ke alam yang berperadaban mulia.
Penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu beban studi program sarjana (S 1) pada Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Banda Aceh, maka dengan izin Allah SWT. pula penulis telah memilih judul "Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kehidupan Aisyah   R.a".
Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih serta penghargaan kepada Bapak Jailani M. Yunus, M. Ag selaku pembimbing pertama yang telah dengan bersusah payah meluangkan waktu kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan ucapan terima kasih pula kepada Bapak Muhammad Zaini, M. Ag. selaku pembimbing kedua, yang telah bersusah payah meluangkan waktu untuk menasehati dan membimbing penulis sehingga terwujudnya skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang sama juga penulis sampaikan kepada Ketua STAI PTIQ, Pembantu Ketua, yang telah memberikan pengarahan serta bimbingan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih kepada seluruh Dosen dan Asisten Dosen yang telah mengasuh mata kuliah, membimbing, mendidik serta membantu penulis dari awal kuliah hingga dapat menyelesaikan Strata Satu di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Banda Aceh.
Demikian pula terima kasih kepada Kepala Perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Banda Aceh beserta segenap karyawannya, yang telah berkenan membantu penulis dengan meminjamkan buku-buku yang telah dibutuhkan dalam pembahasan penulisan skripsi ini.
Teristimewa ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada Ayahanda, Ibunda dan seluruh keluarga tercinta yang selalu membina, membimbing, menasehati, memotivasi, dan berkorban baik dari segi materil, moril dan sprituil bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.
Kemudian kepada semua pihak yang tersebut di atas, dan tak lupa bagi rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan sugesti dan motivasi serta berbagai bantuan moril dan materilnya, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga, dengan do'a dan harapan semoga Allah memberikan balasannya, dan menjadi amal saleh sehingga mendapat ridha dari Allah SWT.
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangatlah diharapkan. Dan akhirnya pula dengan berserah diri kepada Allah SWT. sambil memohon ridha-Nya, semoga skripsi ini dengan segala kekurangan dan kelebihannya dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi kita semua.
Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Banda Aceh, 20 April 2009
      
     Afrizal



DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
BAB I              : P E N D A H U L U A N ........................................................ 1
A.    Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B.     Penjelasan Istilah .............................................................. 3
C.     Tujuan Penelitian .............................................................. 6
D.    Metode Penelitian ............................................................. 7

BAB II           : HAKIKAT DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN .............. 8
A.    Pengertian dan Tujuan Pendidikan ................................. 8
B.     Urgensi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kehidupan Manusia          11
C.     Orang-Orang yang Bertanggung Jawab dalam
Pendidikan .......................................................................... 15
D.    Batas Waktu Pendidikan dalam Islam ............................ 23

BAB III         : NILAI-NILAI PENDIDIKAN PADA KEPRIBADIAN AISYAH

A.    Biografi Aisyah Ummul Mukminin ................................ 31
1.      Keluarga dan Tempat Aisyah Dilahirkan ................ 31
2.      Silsilah Keturunan dan Kepribadiannya .................. 33
3.      Perkawinan dengan Nabi Muhammad SAW 36
4.      Keutamaan-Keutamaan Aisyah dalam Membina
      Rumah Tangga ............................................................. 37
5.      Musibah yang Menimpa Aisyah ............................... 39
B.     Nilai-Nilai Ketauhidan ..................................................... 43
C.     Nilai-Nilai Pendidikan ...................................................... 46
D.    Nilai-Nilai Kepemimpinan ............................................... 48
E.     Nilai-Nilai Kesabaran ....................................................... 51

BAB IV          : P E N U T U P ......................................................................... 57
A.    Kesimpulan ........................................................................ 57
B.     Saran-Saran ........................................................................ 58
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................ 60
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP


DAFTAR LAMPIRAN


1.      SK Penetapan Pembimbing
2.      Surat Izin Mengadakan Penelitian
3.      Daftar Riwayat Hidup


ABSTRAK

Penelitian ini skripsi ini berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kehidupan Aisyah   R.a”. Liku-liku hidupnya itulah yang membawa dirinya ke kancah perjalanan perjuangan mendampingi Rasulullah SAW dalam menegakkan kalimah Allah di muka bumi ini. Aisyah dilahirkan dengan latar belakang keadaan masyarakat rendah. Namun ia menjadi seorang panutan umat/kaum muslimin baik semasa hidupnya sampai sekarang, karena ia dilahirkan dari keluarga yang terkemuka kemudian mendapat didikan langsung dari pendidik utama yaitu Rasulullah SAW. Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah kehidupan ‘Aisyah r.a sehingga ia menjadi istri yang paling di sayangi dan diberi gelar Nabi sebagai orang yang memiliki separuh agama; untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam kepribadian Aisyah Ummul Mukminin; untuk mengetahui cara menerapkan nilai-nilai pendidikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penulis menggunakan metode deskriptif yaitu suatu metode yang meliputi mencatat, menguraikan, menafsirkan dan menganalisa terhadap data yang ada. Melalui metode deskriptif, penulis mengumpulkan data atau informasi yang diperoleh dan membahasnya sesuai dengan apa adanya pada masa sekarang yang berhubungan dengan skripsi ini.
Setelah dilakukan penelitian, maka ditemukan fakta bahwa Aisyah adalah salah seorang istri Nabi Muhammad Saw yang termuda dan cerdas, terampil, kaya dengan ilmu pengetahuan dan berakhlakul karimah. Dalam membina rumah tangga, Aisyah dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan Rasulullah Saw dan berusaha untuk hidup dalam kesederhanaan, baik dari segi makanan, berpakaian dan lain-lain, meskipun Aisyah sebagai istri dari seorang kepala negara. Hal ini merupakan salah satu contoh dan teladan bagi semua orang dalam membina kehidupan berumah tangga. Dalam kepribadian Aisyah mengandung nilai pendidikan ketauhidan. Di sini terlihat dengan jelas bahwa Aisyah selalu menjaga kemurnian aqidah kaum muslimin. Sedangkan nilai pendidikan akhlak dapat dilihat dari cara-cara yang diaplikasikan Aisyah dalam mendidik kaum muslim. Di sisi lain, Aisyah juga mengaplikasi nilai-nilai akhlaqul karimah dalam menjalankan roda rumah tangganya bersama Rasulullah saw. Sementara itu, nilai kepemimpinan yang terkandung dalam kepribadian Aisyah dapat dilihat dari keberaniannya dalam memperjuang kalimah tauhid, sehingga beliau dengan gagah berani juga turut turun ke medan perang. Sedangkan nilai kesabaran yang diaplikasikan Aisyah sangat jelas terlihat ketika beliau hidup dengan segala kekurangan materi. Di sisi lain kesabaran Aisyah dapat dilihat ketika beliau melepaskan suami kepergian suaminya. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kepribadian Aisyah hanya dapat diterapkan dengan cara menghayati akan pentingnya kepribadian yang baik dalam kehidupan di dunia. Di sisi lain, nilai-nilai pendidikan yang diaplikasikan Aisyah tersebut baru dapat diterapkan apabila timbul keinginan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.



BAB II
HAKIKAT DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN

A.    Pengertian dan Tujuan Pendidikan
1.      Pengertian pendidikan
Pengertian pendidikan yang akan dibahas dalam pembahasan ini hanya ditekankan berkisar dengan pendidikan Islam. Sebelum penulis mengemukakan pengertian tentang pendidikan Islam menurut hemat penulis, kiranya perlu diketahui pendapat beberapa tokoh pendidikan Islam, antara lain :
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah “bimbingan rohani, jasmani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama manusia menurut ketentuan Islam”.[1]
Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, mengartikan pendidikan Islam dengan (pendidikan ideal, dimana ilmu yang diajarkan sampai pada hakikat ilmiah dan akhlak yang terpuji).[2]
Sedangkan Anton Timur Jailani, mengartikan pendidikan Islam sebagai berikut:
Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan secara sadar berupa bimbingan. Asuhan dan didikan terhadap anak didik agar dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya.[3]
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, pendidikan Islam itu adalah usaha maksimal pembentukan kepribadian muslim terhadap sesama potensi, baik akal maupun pikiran, berdasarkan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dilakukan melalui keteladanan, bimbingan dan didikan yang berlangsung seumur hidup, sehingga anak didik dapat memahami, menghayati serta mengamalkan semua pengetahuan yang dicapainya dan pada akhirnya mencapai hidup bahagia dunia dan akhirat.
2.      Tujuan Pendidikan
Sedangkan tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan-tujuan utama dari pendidikan Islam.
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menyatakan tentang tujuan pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
Pendidikan budi pekerti adalah “jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah Menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempuma adalah tujuan sebenamya dari pendidikan. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu ataupun segi-segi praktis lainnya tetapi artinya bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak juga segi-segi lainnya itu”.[4]

Menurut Abd. Rahman Sholeh, tujuan pendidikan Islam ialah : “memberikan bantuan kepada manusia yang belum dewasa, supaya cakap menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhai Allah SWT sehingga terjalinlah kebahagian dunia dan akhirat atas kuasanya sendiri”.[5]
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentukya kepribadian muslim. Kepribadian muslim menurut Ahmad D. Marimba adalah “kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah lake luarnya. Kegiatan-kegiatannya jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepadaNya”.[6]
Memang tujuan pendidikan Islam harus selaras dengan tujuan diciptakan manusia oleh Allah SWT yaitu menjadi hamba Allah dengan kepribadian muttaqin yang diperintahkan oleh Allah SWT. karena hamba yang paling mulia di sisi Allah adalah hamba yang paling taqwa. Tujuan Allah SWT menciptakan manusia dapat diketahui pada Firman Allah SWT surat Az-Dzariyat ayat 58:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون (الزاريات: 56)
Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku (Q.S Azariyah : 58)
Selanjutnya dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 Allah SWT berfirman
وما امرو إلا ليعبد و الله مخلصين له الدين...(البيّنة: 5)
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus ... (Q.S Al-Bayyinah:5).
Apakah tujuan pendidikan Islam hanya berdasarkan ayat tersebut saja, maka orang awam akan memahami, bahwa tujuan pendidikan agama hanya ibadah saja, artinya ibadah dalam arti sempit yakni ubudiyah di mesjid-mesjid atau langgar-langgar, seperti shalat, zikir, I'tikaf, tadarus dan sebagainya. Akan tetapi harus dikatakan, bahwa, tujuan pendidikan Islam itu ibadah, maka, istilah harus diartikan secara luas, yakni menyangkut amal dunia dan akhirat. Amal dunia yang dinilai ibadah juga menyangkut efeknya pada akhirat.
Islam tidak menghendaki pendidikan yang diarahkan agar anak didik membenamkan diri pada, pekerjaan ibadah dalam arti sempit. Dalam suatu riwayat, bahwa, seorang sahabat yang dipuji dihadapan Rasulullah SAW. karena dia itu katanya sutra sembahyang malam (tahajjud) dan berpuasa, siang hari serta terus menerus beribadah. Maka Rasullulah SAW bertanya: “siapakah yang mengurus keperluannya, (makan, minum, dan pakaian) ? mereka, menjawab kami semua. Sabda Rasulullah SAW : kamu semua lebih baik dari pada dia".[7] Jadi Islam tidak menghendaki umatnya mengesampingkan yang satu dengan meninggalkan lainnya atau sebaiknya.
Dari uraian-uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam selain untuk menjadi abdi Allah (menyembah Allah) sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya dengan dasar firman Allah yang menyatakan tentang tujuan diciptakan manusia oleh Allah. Juga bertujuan terbentuknya kepribadian muttaqin.

B.     Urgensi Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Kehidupan Manusia
Kata pendidik pada umumnya masyarakat langsung mengaitkan dengan masalah sekolah dalam arti pertemuan guru dan murid. Sehingga oamg tua, merasa berkewajiban untuk mendidik anaknya baik secara langsung maupun tidak langsung lewat sekolah. Dalam kehidupan manusia sangat penting terhadap pendidikan. Adapun kepentingan tersebut adalah :
1.      Bagi anak
Anak sekolah makhluk yang sedang tumbuh, oleh karena itu pendidikan penting sekali karena mulai sejak bayi belum dapat berbuat sesuatu untuk kepentingan dirinya, baik untuk mempertahankan hidup maupun merawat diri, semua kebutuhan tergantung kepada orang tuanya. Bila dibandingkan dengan anak binatang, misalnya ayam dalam waktu relatif singkat ia sudah mampu untuk jalan dan makan sendiri. Tidak demikian halnya dengan anak manusia.
Oleh sebab itu si bayi memerlukan bantuan, tuntunan, pelayanan dan dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan mendalami belajar tahap demi tahap untuk memperoleh kepandaian, ketrampilan dan pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri, semua itu memerlukan waktu yang cukup lama.
2.      Bagi orang tua
Pendidikan adalah karena dorongan orang tua yaitu hati nuraninya yang dalam yang mempunyai sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dalam segi fisik dan sosial. Emosi maupun inteligensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian, agar mendapat kebahagian hidup yang mereka idam-idamkan, sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut yang diberikan Allah SWT untuk dapat diperlihara, dan didik dengan sebaik-baiknya.
Hal ini harus dilakukan dengan rasa kasih sayang. Dari kedua sorotan di atas ada langkah-langkah yang mengikutinya agar sampai kepada tujuan yaitu agar anak dapat berdiri sendiri, langkah tersebut adalah :
a.        Adanya perawatan dan pemeliharaan tubuh bagi anak yang cukup bai dari segi kesehatan anak, perlindungan dan pengaruh cuaca maka anak harus diberi pakaian, pemeliharaan, makanan dan minuman.
b.      Tambah besar tubuhnya dan usia anak, maka tambah pula keperluan belajarnva baik untuk pembentukan sikap, pengetahuan dan ketrampilannya.
Karena manusia adalah makhluk yang lemah baik fisik maupun mentalnya, maka di sini pendidikan sangat berperan aktif dalam membimbing dan mengantar umat manusia kepada kedudukan yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Mujadalah ayat 11:
...يرفع الله  الذين أمنوا منكم والذين أوتو العلم درجت ...(المجادلة: 11)
Artinya : …Niscaya Allah akan meninggikan orrang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...(Q. S. al-Mujadalah: 11)
Oleh sebab itu anak-anak harus mendapatkan pendidikan supaya nanti mereka dapat memiliki nilai-nilai dan tingkah laku yang baik dalam pergaulannya sehari-hari. Jadi pendidikan dalam Islam berlangsung secara terus menerus. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW :
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم أطلب العلم من المهدإلى اللحد (رواه النسائى)[8]
Artinya : Dari Abdullah bin Mas'ud Rasulullah SAW bersabda : Tuntutlah ilmu sejak ayunan sampai ke liang kubur. (H.R Nasaiy)
Berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW yang tersebut di atas, maka jelaslah bahwa pendidikan di dalam ajaran Islam berlangsung secara terus menerus (seumur hidup).
Manusia selaku makhluk yang bertanggung jawab dalam memegang amanah Allah terhadap keselamatan anak dan sekeluarga yang bahagia. Karena demikian ia harus memberikan pendidikan kepada anak dan sekeluarganya, agar mereka terhindar dari kesengsaraan hidup di dunia dan akhirat. Seseuai dengan firman Allah dalam surat At-­Tahrim ayat 6:
يايها الذين أمنوا قو أنفسكم وأهليكم نار ...(التحريم: 6)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan ahli keluargamu dari api neraka… (Q. S. at-Tahrim: 6)
Maka di sini dapat disimpulkan, bahwa melalui usaha pendidikanlah martabat manusia dapat diangkat ke tingkat yang lebih tinggi baik di dunia maupun di akhirat. Oleh sebab itu anak manusia memerlukan bantuan dan tuntunan, pelayanan, dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan mendalami belajar setahap demi setahap untuk memperoleh kepandaian. Ketrampilan dan pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.
Pendidikan juga adalah karena, dorongan orang tua yaitu hati nuraninya yang terdalam yang mempunyai sifat kodrati untuk mendidik anaknya baik dalam segi fisik, sosial, emosi maupun inteligensinya agar memperoleh keselamatan, kepandaian, agar mendapat kebahagian hidup yang mereka idam-idamkan, sehingga ada tanggung jawab moral atas hadirnya anak tersebut yang diberikan oleh Allah SWT untuk dapat dipelihara dan didik dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut harus dilakukan dengan rasa kasih sayang, dari kedua sorotan di atas, ada langkah-langkah yang mengikutinya agar sampai kepada tujuan yaitu agar anak dapat berdiri sendiri.
Dalam GBHN (Tap MPR No. IV/PR/1998) dirumuskan bahwa : "pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup”.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa pendidikan yang dibahas dalam pembahasan ini adalah berkisar dengan pendidikan Islam. Maka ia bersumber dari Al-Qur'an tidaklah mempunyai tujuan sebahagian-sebahagian. Akan tetapi ia berpegang kepada metode yang sempurna. Integritas, lengkap dan seimbang, karena ia dalam tujuannya bersifat menyeluruh. la concern dengan manusia sebagai atau keseluruhan. Dan concern dengan pendidikan seumur hidup. Mementingkan dunia dan akhirat begitu pula pelaksanaan dan praktek, sebagaimana ia mementingkan materi dalam membina pribadi manusia yang bertaqwa.
Islam memberi kuasa hak kepada orang tua untuk mengasuh anak-anaknya. Artinya “orang tua diberi kuasa oleh Allah SWT atas anak-anaknya dalam hal pengurusan sandang, pangan, kesehatan, tempat tinggal, pengajaran dan pendidikan”.[9]
Orang tua adalah pemegang amanah Allah. Oleh karena itu wajib bagi orang tua memperkenalkan kepada anak-anaknya Allah SWT, para malaikat-Nya, para Rasul-Nya dan kitab-kitab-Nya.[10] Orang tua diwajibkan pula mengajarkan atau memperkenalkan kepada mereka tentang barang-barang dan makanan yang halal dan yang haram serta syurga dan neraka. Di samping itu juga orang tua diwajibkan pula mengajarkan anaknya untuk melaksanakan berbagai perintah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

C.    Orang-orang Yang Bertanggung Jawab Dalam Pendidikan
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bahwa pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia. Sehingga nampaklah beberapa unsur atau orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan, di antaranya
1.      Pemerintah
Pendidikan Islam yang menjadi tanggung jawab pemerintah dilakukan oleh Departemen Agama, Kepala Urusan Agama, Imum Mukim, Kepala Desa, Imum Meunasah serta Tuba Peut dan pemuka-pernuka masyarakat. Pendidikan Islam ini perlu dilakukan sebagai suatu kegiatan dalam peningkatan pembinaan agama Islam di kalangan masyarakat yaitu dengan melakukan pengajian-pengajian, ceramah-ceramah, penyuluhan kepada masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung serta melakukan upaya memberikan contoh teladan akhlaq yang baik dalam pergaulan.
Melalui lembaga pemerintah tersebut, pendidikan Islam maka masyarakat dapat dibina, dibimbing, diarahkan, diberikan suatu pelatihan dan bimbingan khususnya dibidang agama terutama pembinaan akhlak bagi masyarakat. Sarwono mengatakan lembaga agama perlu berperan aktif dalam membina, membimbing dan melatih masyarakat untuk lebih terarah dan mempunyai sifat yang baik dalam beradaptasi dengan lingkungan.[11] Dengan adanya suatu upaya pembinaan agama melalui lembaga agama maka kegiatan tersebut dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan.
2.      Dayah
Dayah merupakan lembaga pendidikan Islam yang banyak menciptakan ulama, juru dakwah, pendidik, dan pemimpin yang berwawasan luas, sehingga mampu memecahkan berbagai persoalan umat serta mampu berhadapan dengan cobaan-cobaan dan rintangan dalam usaha menyebarluaskan agama Islam ke seluruh penjuru tanah air. Ulama dan muballigh yang telah menamatkan studinya di suatu dayah kembali mendirikan dayah atau pesantren yang baru di daerah asalnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan A. Hasjmi sebagai berikut:
Dayah Cot Kala adalah pusat pendidikan yang banyak menghasilkan ulama, juru dakwah, dan pemimpin yang sangat berperan dalam pembangunan kerajaan Peureulak, Samudra Pase, Beunua (Tamiang), Lingga, Pidie, Daya dan Lamuri. Sebagai contoh Teungku Kawee Teupat, dan Teungku Chik lampeuneu’eun. Teungku Kawee Teupat adalah keluaran Dayah Cot Kala, pindah ke Aceh Tengah, dan membangun kerajaan Islam Lingga pada tahun 416 H. atau 1025 M. sedangkan teungku Chik Lampeuneu’eun yang orang tuanya berasal dari Kan’an Palestina, setelah menamatkan pendidikannya di Cot Kala, pindah ke Lamuri, Aceh Besar dan menjadi pendakwah yang pertama di Aceh Besar.[12]

Sejarah permulaan dayah di Aceh berlangsung dalam keadaan sangat sederhana. Hal ini dapat dilihat dari keadaan tempat yang digunakan adalah hanya mesjid-mesjid dan diikuti oleh beberapa orang saja, seperti Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan yang didirikan oleh Syech Muhammad Wali al-Khalidy pada tahun 1931. namun, sekarang Dayah Labuhan Haji semakin maju dan sangat berpengaruh dan memiliki 2000 santri dengan 300 orang guru.[13]
Memperhatikan perkembangan pesantren, maka nampak jelas peranannya dalam usaha pembinaan pendidikan terhadap masyarakat, terutama dalam membina generasi muda. Dalam hal ini dayah telah banyak menampakkan hasil-hasil positif. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya peminat untuk menempouh jalur pendidikan di dayah-dayah. Dayah pada masa sekarang juga sangat berperan dalam menanggulangi tindakan dekadensi moral dan kriminal di kalangan generasi muda. Dengan demikian, secara langsung dayah odapat dikatakan sebagai lembaga yang dapat menyukseskan program-program pemerintah.
3.      Keluarga
Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua, dan dibesarkan di dalam keluarga, orang tua tanpa ada yang memerintah, langsung memikul tugas sebagimana pendidik, baik bersifat sebagai pemelihara, pengasuh, pembimbing pembina maupun sebagai guru dan pemimpin terhadap anak-anaknya. Hal ini adalah tugas kodrat dari tiap-tiap manusia.
Anak menerima norma-norma pada anggota keluarga, baik ayah, ibu maupun kakak-kakaknya, maka orang tua, di dalam keluarga harus dan merupakan kewajiban kodrati untuk memperhatikan anak-anak serta mendidiknya. Sejak anak-anak itu kecil, bahkan sejak anak itu masih dalam kandungan. Jadi tugas orang tua mendidik anak-anaknya itu terlepas dari kedudukan. Keahlian atau pengalaman dalam bidang pendidikan yang legal. Menurut Imam Al-Ghazali : “anak adalah suatu amanat Allah SWT kepada ibu bapaknya”.[14]
Anak adalah anggota keluarga, dimana orang tua adalah pemimpin keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan keluarganya di dunia dan akhirat, maka orang tua wajib mendidik anak-anaknya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat At-Tahrin ayat 6 :
يايها الذين أمنوا قو أنفسكم وأهليكم نار ...(التحريم: 6)
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan ahli keluargamu dari api neraka… (Q. S. at-Tahrim: 6)
Suasana keagamaan dalam keluarga akan berakibat anak tersebut berjiwa agama. Kebiasaan orang tua dan anak-anaknya berbuat susila, akan membentuk anak dalam kepribadian yang bersusila. Pembentukan kebiasaan yang demikian ini menunjukkan, bahwa keluarga berperan penting. Karena kebiasaan dari kecil itu akan diamalkan hingga dewasa tanpa rasa berat.
Selain dari itu terdapat juga pertalian emosional antara anak, orang tua dan kakak-­kakaknya. Si anak mengidentifikasikan dirinya pada orang tua dan kakak-kakaknya. Yakni turut berduka cita jika orang tuanya berduka cita dan merasa bahagia jika orang tuanya berbahagia. Begitulah keadaan saling pengaruh mempengaruhi antara anak dengan orang tuanya, sampai kepada keadaan emosional.
Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah, bahwa keluarga itu merupakan ajang pertama dimana sifat-sifat kepribadian anak tumbuh dan terbentuk. Seseorang akan menjadi warga masyarakat yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga di mana anak dibesarkan. Kelak kehidupan anak tersebut juga mempengaruhi masyarakat sekitarnya sehingga pendidikan keluarga itu merupakan dasar terpenting untuk kehidupan anak, sebelum masuk sekolah dan turun ke dalam masyarakat. Sebab keluarga adalah merupakan ajang dimana sifat-sifat kepribadian anak terbentuk pertama. Maka dapatlah dikatakan bahwa keluarga adalah sebagai alam pendidikan pertama.
Anak yang masih dalam fitrah masih menerima segala pengaruh dan cendrung kepada setiap hal yang tertuju kepadanya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: كل مولود على الفطرة فأفواه يودانه او ينصرانه او يجسانه (رواه البخاري)[15]
Artinya : Dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW bersabda : setiap anak yang dilahirkan adalah fitrah, maka kedua ibu bapaknya yang mengyahudikannya, menasranikannya dan memajusikannya (H.R Bukhariy)
Dari makna hadits di atas dapat dipahami, bahwa jika anak yang lahir dalam keluarga Islam, maka anak tersebut akan cendrung memeluk agama Islam. Anak yang lahir dalam keluarga kristen, maka anak tersebut akan cendrung memeluk agama kristen. Sebab didikan orang tua terhadap anaknya sesuai dengan agama yang dipeluknya. Seandainya ada keluarga Islam anaknya memeluk agama kristen atau keluarga kristen anaknya memeluk Islam, maka kejadian ini mungkin pengaruh faktor lain. Kejadian ini mungkin orang tuanya acuh tak acuh terhadap pendidikan anak­anakya atau pengaruh ekonomi dan lain sebagainya.
4.      Sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga resmi yang dapat membantu orang tua murid dalam melaksanakan pendidikan. Di sekolah mendapat kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan si anak lebih terjamin. Sotai dalam bukunya Psychologi Pendidikan mengatakan, bahwa sekolah adalah :
a.         Memperkembangkan kemampuan yang telah nampak
b.         Membangkitkan potensi yang masih laten (tidur)
c.         Membantu anak didik dalam perkembangan dalam keseluruhan dan dalam pengintegrasian seluruh kemampuannya.[16]
Demikian juga sekolah adalah tempat meyalurkan bakat anak-anak dan tempat mengadakan kelompok-kelompok. Anak memasuki kelompok menurut bakatnya masing-masing. Hal ini berarti bahwa sekolah mempersiapkan mereka supaya menjadi manusia yang berakhlak mulia. Karena dalam kelompok mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri. Di sana, mereka belajar menjaga waktu, menghormati pendapat orang lain dan mementingkan kepentingan bersama di atas kepentingan sendiri. Dari itu untuk tercapainya pendidikan Islam. Maka sifat guru dan materi pelajaran hendaknya sesuai dengan yang dikehendakinya oleh Islam.
Di samping itu sekolah mendidik dan membina kepribadian anak agar dapat hidup dengan baik dalam masyarakat. Karena, itu pendidikan yang diberikan di sekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Di sini anak-anak dilatih untuk melaksanakan pekerjaan dengan tolong menolong untuk kemaslahatan bersama.[17] Untuk berhasilnya pendidikan di sekolah, maka sekolah harus mengadakan hubungan dengan orang tua, sehingga kedua belah pihak dapat bekerja sama untuk mencapai pendidikan Islam pada anak.
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka di samping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah mempunyai fungsi pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang terdiri dari guru (pendidik) dan anak didik. Antara mereka sudah barang tentu terjadi saling hubungan, baik antara guru dengan murid dan murid dengan murid.[18]
Berdasarkan tinjauan di atas, maka pemerintah mendidik bangsanya untuk menjadi seorang ahli yang sesuai dengan bidang dan bakatnya anak didik yang berguna bagi dirinya, dan berguna bagi nusa dan bangsanya.
Sebagai penganti orang tua, maka dalam mendidik guru harus benar-benar melaksanakan tugas agama dengan baik sehingga bisa membentuk kepribadian anak didik. Di sini nampak dengan jelas bahwa fungsi sekolah sebagai alam pendidikan kedua sesudah keluarga dan sebagai penerus pendidikan keluarga.
5.      Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan yang turut bertangggung jawab atau tempat pendidikan yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Ia mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup yang tidak jelas dengan keanegaragaman bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya.[19]
Pendidikan keluarga dan sekolah tidak bisa melepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat. Setiap masyarakat dimanapun berada, tentu mempunyai karakteristik masyarakat tersendiri sebagai norma khas di bidang sosial budaya yang berbeda dengan karakteristik masyarakat lain. Namun juga mempunyai norma-norma yang universal dengan masyarakat pada umumnya.
Di masyarakat terdapat norma-norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya dan norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam bertindak dan bersikap. Norma-norma masyarakat yang pengaruh tersebut sudah merupakan aturan-aturan yang diwarisi oleh genersi tua kepada generasi mudanya. Kebiasaan-kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan dengan sadar atau tidak sadar ini sudah merupakan proses pendidikan masyarakat.
Para tokoh agama atau tokoh masyarakat berperan panting dalam mewariskan norma-norma kepada masyarakat di samping tugas orang tua kepada anak-anak tentang adat istiadat atau tradisi atau pun sopan santun, baik dalam pertemuan-pertemuan resmi maupun dalam pergaulan sehari-hari. Misalnya norma-norma yang telah dikerjakan atau tabu untuk dilaksanakan.

D.    Batas Waktu Pendidikan dalam Islam
Berdasarkan sifat, corak dan pendekatannya, pendidikan Islam dapat dibagi kepada empat bagian. Pertama, pendidikan Islam yang bercorak normative-perenialis (Islamic education in normatif dan perenialis persepektive). Kedua, pendidikan Islam yang bercorak filosofis  (Islamic education in filisofical persefektive). Ketiga, pendidikan yang bercorak sejarah (Islamic education  in historical  persepektive). Keempat, pendidikan Islam yang bercorak aplikatif, (Islamic education in applicative).[20]
Pendidikan Islam yang  bercorak nornatif-perenialis adalah pendidikan yang memfokuskan kajiannya  pada  penggalian  ajaran al-Qur'an dan hadist yang berkaitan  dengan  pendidikan  islam  yang diyakini  sebagai ajaran yang  pasti  benar, harus diamalkan  dan  dinilai  lebih unggul  dibandingkan  konsep  pendidikan  yang berasal  dari sumber agama  lain.[21]
Pendidikan Islam yang bercorak filosofis adalah ilmu pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada pemikiran filsafat Islam yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Dengan sifatnya yang mendalam, radikal, universal dan sitematis, filsafat Islam berupaya  menjelaskan konsep-konsep  yang mendasar tentang  berbagai hal  yang ada  hubungannnya  dengan berbagai aspek  pendidikan Islam, yaitu visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan  pelajaran, guru, murid, hubungan guru murid, proses belajar mengajar, majenen, dan aspek pendidikan lainnya  dikaji secara mendalam untuk ditemukan inti gagasan yang terdapat didalamnya.[22] 
Pendidikan Islam yang bercorak histories adalah pendidikan yang memfokuskan kajiannya pada data-data empiris yang dapat dilacak dalam sejarah, baik yang berupa karya tulis, peninggalan berupa lembaga maupun pendidikan dengan berbagai aspeknya.[23] 
Adapun pendidikan Islam yang bercorak aplikatif adalah pendidikan Islam yang memfokuskan kajiannya pada upaya menerapkan konsep-konsep pendidikan dalam kegiatan yang lebih konkret dan dapat diukur serta dilihat hasilnya Kajian ini mengharuskan adanya uji coba  konsep  melalui eksperimen  di kelas dan lainnya.
Islam mewajibkan umatnya untuk menempuh pendidikan tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Kewajiban ini termaktub dalam Hadits Rasulullah saw sebagai berikut:
عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: قال النّبي صلى الله عليه وسلّم: طلب العلم فريضة على كلّ مسلم و مسلمة (رواه البخاري)[24]
Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: Nabi saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah perlu/wajib atas setiap muslim dan muslimat (H. R. Bukahri)
Berdasarkan keterangan hadits di atas, maka dipahami bahwa menuntut ilmu adalah salah satu kewajiban bagi setiap kaum muslimin dengan tidak memandang laki-laki maupun perempuan. Apalagi sebagian ulama berpendapat bahwa mempelajari ilmu agama merupakan fardhu ‘ain. Artinya apabila tidak dilakukan, maka mendapat azab dari Allah SWT.
Pada dasarnya, menuntut ilmu dalam Islam tidak diberikan batasan, karena selagi masih dikaruniai umur oleh Allah, berarti kewajiban itu masih dibebankan kepada manusia. Hal ini sesuai dengan hadits yang yang artinya Dari Abdullah bin Umar ra berkata: berkata rasulullah saw: Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahad (H. R. Imam Hakim)
Atas dasar hadits inilah, maka penulis memahami bahwa dalam Islam tidak diberikan batasan untuk menempuh pendidikan, karena belajar diwajibkan sampai akhir kehidupan di dunia ini, sehingga manusia tidak lagi mampu mengenal pengetahuan yang dipelajarinya disebabkan oleh ajal.
Dalam hal ini Zakiah Daradjat menjelaskan bahwa pendidikan dimulai sejak masa pemeliharaan yang merupakan arah menuju kepada pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama manusia dilahirkan, sedangkan pendidikan sesungguhnya dilalui pada masa telah dewasa.[25]
Adapun tahap-tahap pendidikan yang harus dilalui seorang anak adalah sebagai berikut:
1.      Tahap sebelum lahir (pranatal)
Tahap ini berlangsung sejak proses pembuahan hingga anak lahir, yaitu sekira 9 bulan. Meskipun relative singkat, proses perkembangan pada tahap ini begitu penting. Sebab, pada saat hamil itulah seorang ibu mulai berperan dalam mendidik anaknya.
Kesehatan jasmani dan rohani anak juga dipengaruhi oleh sikap dan kondisi ibu ketika hamil. Ashley Monteque mengatakan bahwa: “gangguan emosi pada ibu dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Tidak hanya itu, perkembangan fisik janin pun akan terganggu. Ibu hamil yang mengganggu emosinya seperti stress, menyimpan dendam, atau ditekan suaminya akan mempengaruhi pertumbuhan fisik maupun psikis janin”. [26]
Oleh karena itu, ketika ibu hamil, sang ibu sebaiknya tidak boleh stress, panic atau marah-marah. Yang perlu dilakukan itu adalah banyak berdoa, membaca Al-Qur'an, atau berselawat kepada Nabi saw. Menumbuhkan sikap tawakkal yang tinggi kepada Tuhan sangat membantu kesehatan ibu dan janinnya. Begitu juga dengan menjaga pola makan yang sehat dan berolahraga. Dengan begitu, insya Allah janin yang diakndung akan merasa ketenangan dan menjadi sehat jasmani dan rohani.
2.      Tahap kelahiran bayi
Proses pendidikan selanjutnya adalah setelah anak lahir. Sejak itulah fitrah ketuhanan mulai ditumbuhkembangkan secara bertahap. Fitrah yang dimaksud ialah kecenderungan beragama dalam diri anak. Kecenderungan ini harus benar-benar dijaga agar tetap lurus, sehingga anak memiliki sikap tauhid yang kokoh. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا، فِطْرَاتَ اللهِ اَلَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَالَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ، ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلَكِنْ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوَْن (الروم: ٣٠)
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q. S. ar-Rum: 30)
Berdasarkan ayat tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa orang tua sangat dianjurkan untuk mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri ketika bayinya lahir. Hal ini dimaksudkan agar kalimat-kalimat pertama direkam oleh bayi adalah kalimat tauhid dan kalimat yang mengandung kebesaran Allah SWT.
Sejak dilahirkan, anak dibekali Allah seperengkat kebutuhan jasmani dan rohani. Untuk itu, seorang ibu diperintahkan untuk menyusui anaknya dengan ASI. Menyusui anak dengan ASI dapat memenuhi kebutuhan jasmani anak, juga kebutuhan rohani dan emosinya. Sebab, dengan menyusu dan melekat dengan ibu, anak akan merasa aman dan nyaman, serta akan tumbuh menjadi pribadi yang mantap, kuat dan sehat. [27]
Dengan memahami berat perjuangan seorang ibu dalam mendidik anak, kelak anak akan dapat mengerti ihwal kewajibannya untuk berbakti kepada kedua orang tua, sehingga anak juga akan mendapatkan keridhaan Allah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
3.      Tahap anak-anak
Dengan asuhan ibu dan bapaknya, bayi yang yang mungil dapat tumbuh dan berkembang dan akhirnya menjadi anak-anak. Perkembangan fisik dan mental pun mendekati kesempurnaan. Pada saat itulah muncul berbagai perkembangan secara pesat, misalnya kemajuan dalam hal ketrampilan fisik, emosi, sosialisasi, pengertian dan minatnya.
Orang tua sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama memiliki tanggung jawab untuk mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak. Orang tua harus mengarahkan keteladanan yang positif. Pola pendidikan berbasis keteladanan dalam keluarga sangat menentukan kepribadian anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu, orang tua perlu mendidik anaknya dalam beberapa hal, yaitu:
a.       Penanaman aqidah atau tauhid. Aqidah atau tauhid dapat diibaratkan sebagai fondasi. Karena itu, ia harus kuat dan kokoh.
b.      Penanaman kesadaran bertindak, yaitu kesadaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa setiap gerak langkah manusia selalu berada di bawah pengawasan Allah SWT.
c.       Perintah untuk mengerjakan shalat dan amar ma’ruf nahi mungkar. Shalat harus dimulai sejak kecil hingga dewasa.
d.      Melatih kesabaran. Kesabaran perlu ditanamkan dalam jiwa anak sejak dini. Sebab hidup penuh dengan tantangan dan rintangan. Kesabaran ini diperlukan agar anak tidak mudah putus asa.
e.       Larangan bersikap sombong dan angkuh. Kesombongan perlu dihindari agar karena akan mengantarkan pada kehinaan dan kerendahan martabat, baik di mata Allah maupun di mata manusia.[28]

4.      Tahap Remaja
Pada tahap remaja orang tua harus lebih waspada dan hati-hati kepada anaknya. Sebab inilah saat yang paling kritis dalam pembentukan kepribadian anak. Masa ini, oleh psikolog, disebut dengan masa pancaroba atau peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa. Seiring dengan pertumbuhan fisik, terutama organ seks, perkembangan pola piker dan kejiwaan anak, seperti merasa besar dan ingin dihargai, mempunyai dampak yang khusus pada kepribadiannya.
Untuk menghadapi masa remaja, orang tua harus bijak, pandai dan banyak wawasan. Orang tua perlu memahami apa yang diinginkan anaknya dan menyampaikan harapan yang diinginkan oleh orang tua. Sikap ini bisa memupuk hubungan interpersonal yang baik antara anak dan orang tua, sekaligus menyuburkan proses pendidikan dalam lingkungan keluarga.
Orang tua juga perlu memahami bahwa pada usia remaja, hubungan laki-laki dan perempuan sudah mulai dekat, misalnya melalui komunikasi di sekolah dan di lingkungan rumah. Menghadapi kemungkinan kedekatan yang menjurus kepada kemaksiatan, orang tua harus dapat menciptakan control yang bisa menghindarkan anak remajanya dari melanggar aturan agamanyakontrol tersebut bisa dilakukan dengan menciptakan suasana kehidupan keluarga yang agamais dan selalu mengingatkan mereka tentang pentingnya keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
Usia remaja memang sangat rawan. Kepribadian remaja masih labil dan mudah terpengaruh oleh ajakan atau bujukan ke arah yang negative. Untuk mengatasi permasalahan ini, secara psikologis, ada beberapa konsep yang harus dijalankan orang tua, yaitu:
a.       Memahami secara optimal perubahan-perubahan yang terjadi pada masa puber dengan melakukan pengamatan yang jeli.
b.      Mengarahkan mereka untuk rajin pergi ke mesjid untuk shalat berjama’ah atau menghadiri majelis ta’lim.
c.       Membuka dialog komunikatif dan menyadarkan mereka ihwal status sosial anak.
d.      Menanamkan rasa percaya diri anak dan mau mendengarkan pendapat mereka.
e.       Menyarankan agar mereka menjalin persahabatan yang baik dan mencari lingkungan pergaulan yang kondusif.
f.       Mengembangkan potensi anak di semua bidang yang bermanfaat.
g.      Menganjurkan anak untuk rajin shalat tahajjud dan berpuasa senin – kamis sebagai pengendali emosi dan perilaku anak dari perbuatan yang menyimpang. [29]

Berdasarkan keterangan di atas, maka diketahui bahwa menempuh pendidikan tidak hanya kewajiban yang terbatas pada masa anak-anak saja, tetapi dimulai oleh seseorang anak semenjak masih dalam masa pemeliharaan (bayi). Dan pendidikan itu akan berlanjut sampai dewasa. Ini menandakan bahwa belajar wajib dilaksanakan oleh umat Islam tanpa ada batas tanpa memandang batas usia.


[1]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma'arif, 1980), hal. 83

[2]Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. H. Bustami dan Aisyah, Gandi Johar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hal. 17

[3]Anton Timur Jailani.  Kebijakan Pembinaan Kelembanan Azama Islam, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 1974),  hal. 35
[4]Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok, hal 10

[5]Abd Rahmad Sholeh, Didaktik Pendidikan di Sekolah Dasar, (Bandung: Al-Ma'arif, t,t.), hal 33.
[6]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat, hal. 73
[7]Hasbi Ash-Shiddieqy, al-Islam, Jil. II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hal. 180
[8]Muhammad Farid Wajdi, al-Madaniyah wa al-Islam at-Tarbiyah al-Khamsiah, (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, 1933 M/1358 M), hal. 52
[9]Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Terj. Nurhikmah, (Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Keluarga, 1985), hal. 247

[10]Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Pemeliharaan Kesehatan Jiwa, Terj. Ahmad Maskur Hakim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hal. 65
[11]Sarwono, Faktor-faktor yang Menipengaruhi, hal 177.

[12]A. Hasjmi, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, (Jakarta: Beuna, 1993), hal. 226

[13]Forum Keadilan, Potret Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Forum Adil Mandiri, 2001), hal. 104
[14]Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, hal. 249
[15]Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Jil. Vi, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), hal. 172

[16]Sotai, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 2003), hal. 45
[17]Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 2001), hal. 88

[18]Hassan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 2001), hal. 213
[19]Hassan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, hal. 141
[20]Abudin  Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Pada Priode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: RajaGrafindo  Persada, 2004), hal. 1. 

[21]Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 6.
[22]Majid  Fakhri, Sejarah  Filsafat  Islam, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), hal. 29.

[23]A. Syailabi, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989),  hal.12.

[24]Imam Bukhari, Shahih Bukhari, hal. 94           

[25]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. V, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal. 48

[26]A Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, (Bandung: Mizan, 2005), hal. 28
[27]Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, hal. 29
[28]Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, hal. 32
[29]Abdul Mustaqim, Menjadi Orang Tua Bijak, hal. 34


BAB III
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM KEPRIBADIAN AISYAH

A.    Biografi Aisyah Ra
1.      Keluarga dan Tempat Aisyah DIlahirkan
Aisyah r.a adalah salah seorang srikandi Islam yang masyhur, lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang mulia, shalih dan harmonis. Seorang putri yang walaupun masih sangat muda usianya, memiliki ketangkasan dan kecerdasan yang luar biasa, sehingga Rasulullah SAW mempersunting dia menjadi istri yang tercinta, sebagai ibu sejati dari seluruh mukmin dan merupakan wanita teladan yang memiliki kualitas iman, ilmu dan amal serta akhlak yang mulia.
Para ahli sejarah mengungkapkan, bahwa Aisyah dilahirkan pada tahun keempat dari kerasulan Muhammad Saw., namur tanggal lahirnya yang tepat tidaklah diketahui orang, hanya diketahui ketika Nabi Hijrah ke Madinah, Aisyah masih berumur antara delapan dan sembilan tahun.[1]

No comments:

Post a Comment